Sabtu, 15 Mei 2010

Makalah Transplantasi Organ

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan kesehatan berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah kemajuan dalam teknik transplantasi organ. Transplantasi organ merupakan suatu teknologi medis untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi dengan organ dari individu lain. Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa ginjal dari donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan di bidang transpIantasi maju dengan pesat. Kemajuan ilmu dan teknologi memungkinkan pengawetan organ, penemuan obat-obatan anti penolakan yang semakin baik sehingga berbagai organ dan jaringan dapat ditransplantasikan. Dewasa ini bahkan sedang dilakukan uji klinis penggunaan hewan sebagai donor.
Dibalik kesuksesan dalam perkembangan transplantasi organ muncul berbagai masalah. Semakin meningkatnya pasien yang membutuhkan tranplantasi, penolakan organ, komplikasi pasca transplantasi, dan resiko yang mungkin timbul akibat transplantasi telah memunculkan berbagai pertanyaan tentang etika, legalitas dan kebijakan yang menyangkut penggunaan teknologi itu.
Pada makalah ini akan dibicarakan berbagai masalah etika yang timbul sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi transplantasi organ, masalah etika utama dalam transplantasi, bagaimana kebijakan di Indonesia mengenai transplantasi dan betapa pentingnya nilai-nilai etika dalam mempertahankan suatu sistem nilai dan dalam penentuan kebijakan pemerintah.

B. Sejarah Transplantasi Organ
Sejarah dan Perkembangan Transplantasi Tahun 600 SM di India, Susruta telah melakuakan transpalantasi kulit. Semantara jaman Renaissance, seorang ahli bedah dari Itali bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal yang sama.
Diduga John Hunter ( 1728 – 1793 ) adalah pioneer bedah eksperimental, termasuk bedah transplantasi. Dia mampu membuat kriteria teknik bedah untuk menghasilkan suatu jaringan trnsplantasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistim golongan darah dan sistim histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi belum ditemukan.
Pada abad ke – 20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan transplantasi dengan menemukan golongan darah system ABO dan system Rhesus. Saat ini perkembangan ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi.
Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembeng dengan ditemukannya metode - metode pencangkokan, seperti :
a. Pencangkokkan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner olah Dr. George E. Green.
b. Pencangkokkan jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
c. Pencakokkan sel – sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund.


C. Tinjauan Pustaka
a. Pengertian
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasien dengan kegagalan organnya,karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan yang lain dan hingga dewasa ini terus berkembang dalam dunia kedokteran. Namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja,karena masih harus dipertimbangkan dari segi non medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya, etika dan moral. Kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi transplatasi,adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor, LRD) dan donasi organ jenazah, karena itu diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para pakar terkait (hulum, kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat, pemerintah dan swata).

Transplantasi Organ adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik (pasal 1 butir 5 UUK).

Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu.

b. Macam - macam Transplantasi Organ

Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi :
1. TRANSPLANTASI AUTOLOGUS : yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri, yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi.
2. TRANSPLANTASI ALOGENIK : yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama spesiesnya, baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga,
3. TRANSPLANTASI SINGENIK : yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya pada gambar identik.
4. TRANSPLANTASI XENOGRAFT : yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama spesiesnya.

Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
1. Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.
2. Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.

Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi,, yaitu :
1. Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan / organ.
2. Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

c. Organ dan Jaringan yang Ditransplantasikan
1. Organ Thoracic
• Jantung
• Paru - paru

2. Organ Abdomen
• Ginjal
• Hati
• Pankreas
• Usus
• Perut / lambung
3. Organ, sel, cairan
• Tangan
• Kornea
• Kulit
• Pulau Langerhans ( sel pancreas )
• Sumsum tulang
• Transfusi darah
• Pembuluh darah
• Katup jantung
• Tulang



























BAB II
PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN DAN ETIKA
TRANSPLANTASI ORGAN

A. Aspek Hukum Transplantasi Organ
Dari segi hukum, transplantasi organ,jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia,walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pdana yaitu tindak pidana penganiayaan, tetapi mendapat pengecualian hukuman, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan.

Peraturan tranplantasi organ termuat dalam :
1. Pasal 33 dan 34 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

a. Pasal 33
(1). Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh , transfusi darah , implant obat dan atau alat kesehatan, serta bedah pastik dan rekonstruksi,
(2). Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.

b. Pasal 34
(1). Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana
kesehatan tertentu.
(2). Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
(3). Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. PP No. 18 Tahun 1981
Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum pasal tentang transplantasi sebagai berikut:

Pasal 1
(c). Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
(d). Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.
(e). Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak berfungsi dengan baik.
(f). Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
(g). Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,pernafasan,dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat g mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas,maka IDI dalam seminar nasionalnya mencetuskan fatwa tentang masalah mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan pernafasan da jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.

Pasal 10
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilaukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.



Pasal 11
(1). Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk oleh mentri kesehatan.
(2). Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.

Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tudak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2 (dua) orang saksi.

Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.

Pasal 15
(1). Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatya, dan kemungkinan - kemungkinan yang terjadi.
(2). Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.

Pasal 17
Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke dan dari luar negeri.

Tujuan pengaturan
► melarang transplantasi untuk tujuan komersial
► Transplantasi bukanlah suatu obyek yang dapat diperjual belikan dalam mencari keuntungan.
► Tindakan transplantasi adalah suatu usaha mulia yang bertujuan menolong sesama manusia untuk mengurangi penderitaannya.


B. Aspek Etis Transplantasi Organ
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan dalam KODEKI, yaitu:
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.

Pasal 11
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.
Pasal - pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya telah mencakup aspek etik, mengenai larangan memperjual belikan alat atau jaringan tubuh untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh (2) orang doter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi, ini erat kaitannya dengan keberhasilan transplantasi, karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan. Pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar hasilnya lebih objektif.


C. Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah (a) donor hidup, (b) jenazah dan donor mati, (c) keluarga dan ahli waris, (d) resepien, (e) dokter dan pelaksana lain, dan (f) masyarakat. Hubungan pihak – pihak itu dengan masalah etik dan moral dalam transplantasi akan dibicarakan dalam uraian dibawah ini.


a. Donor Hidup
Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain ( resepien ). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan omosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
b. Jenazah dan donor mati
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh – sungguh untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan
c. Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
d. Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
e. Dokter dan tenaga pelaksana lain
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal – hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan - pertimbangan kepentingan pribadi.
f. Masyarakat
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan unutk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlikan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.

Kamis, 06 Mei 2010

Askep CA Laring

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KARSINOMA LARING
KAMIS, MEI 06, 2010
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KARSINOMA LARING

A. Pengertian
Secara anatomi tumor laring dibagi atas tiga bagian yaitu supra glotik : tumor pada plika ventrikularis, aritenoid, epiglotis dan sinus piriformis ; Glotis : tumor pada korda vokalis ; Subglotis : tumor dibawah korda vokalis.

B. Patofisiologi
Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun. Kebanyakan pada orang laki-laki.Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti oleh para ahli.Kanker kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari semua penyakit keganasan.Terutama neoplasma laringeal 95% adalah karsinoma sel skuamosa.Bila kanker terbatas pada pita suara ( intrinsik ) menyebar dengan lambat.Pita suara miskin akan pembuluh limfe sehingga tidak terjadi metastase kearah kelenjar limfe.Bila kanker melibatkan epiglotis ( ekstrinsik ) metastase lebih umum terjadi.Tumor supraglotis dan subglotis harus cukup besar, sebelum mengenai pita suara sehingga mengakibatkan suara serak.Tumor pita suara yang sejati terjadi lebih dini biasanya pada waktu pita suara masih dapat digerakan.

C. Gambaran klinik
Paling dini adalah berupa suara parau atau serak kronik, tidak sembuh-sembuh walaupun penderita sudah menjalani pengobatan pada daerah glotis dan subglotis. Tidak seperti suara serak laringitis, tidak disertai oleh gejala sistemik seperti demam.Rasa tidak enak ditenggorok, seperti ada sesuatu yang tersangkut. Pada fase lanjut dapat disertai rasa sakit untuk menelan atau berbicara.Sesak napas terjadi bila rima glotis tertutup atau hampir tertutup tumor 80%. Sesak napas tidak timbul mendadak tetapi perlahan-lahan. Karena itu penderita dapat beradaptasi, sehingga baru merasakan sesak bila tumor sudah besar ( terlambat berobat ).Stridor terjadi akibat sumbatan jalan napas.Bila sudah dijumpai pembesaran kelenjar berarti tumor sudah masuk dalam stadium lanjut.Bahkan kadang-kadang tumornya dapat teraba, menyebabkan pembengkakan laring. Bila tumor laring mengadakan perluasan ke arah faring akan timbul gejala disfagia, rasa sakit bila menelan dan penjalaran rasa sakit kearah telinga.Apabila dijumpai kasus dengan jelas diatas, khususnya dengan keluhan suara parau lebih dari dua minggu yang dengan pengobatan tidak sembuh, diderita orang dewasa atau tua, sebaiknya penderita segera dirujuk.

D. Stadium
Tergantung keadaan tumor (T), pembesaran kelenjar regional ( N ), dan metastasis jauh ( M ).
Stadium : I : T1 No Mo
II : T2 No Mo
III : T3 No Mo, T2 N1 Mo, T3 N1 Mo
IV : T4 No Mo, semua T N2 M1, semua T semua N dan M.

E. Diagnostic studies
Pemeriksaan laring dengan kaca laring atau laringoskopi langsung dapat menunjukkan tumor dengan jelas.Tempat yang sering timbul tumor dapat dilihat pada gambar.Sinar X dada,scan tulang, untuk mengidentifikasi kemungkinan metastase. Darah lengkap, dapat menyatakan anemi yang merupakan masalah umum. Laringografi dapat dilakukan dengan kontras untuk pemeriksaan pembuluh darah dan pembuluh limfe., Kemudian laring diperiksa dengan anestesi umum dan dilakukan biopsi pada tumor.Gigi yang berlubang, sebaiknya dicabut pada saat yang sama.

F. Medical Managament
Pada kasus karsinoma laring dapat dilakukan pengobatan dengan radiasi dan pengangkatan laring ( Laringektomi ).Pengobatan dipilih berdasar stadiumnya.Radiasi diberikan pada stadium 1 dan 4.Alasannya mempunyai keuntungan dapat mempertahankan suara yang normal, tetapi jarang dapat menyembuhkan tumor yang sudah lanjut,lebih-lebih jika sudah terdapat pembesaran kelenjar leher.Oleh karena itu radioterapi sebaiknya dipergunakan untuk penderita dengan lesi yang kecil saja tanpa pembesaran kelenjar leher.Kasus yang ideal adalah pada tumor yang terbatas pada satu pita suara, dan masih mudah digerakkan. Sembilan dari sepuluh penderita dengan keadaan yang demikian dapat sembuh sempurna dengan radioterapi serta dapat dipertahankannya suara yang normal.Fiksasi pita suara menunjukkan penyebaran sudah mencapai lapisan otot. Jika tumor belum menyebar kedaerah supraglotik atau subglotik, lesi ini masih dapat diobati dengan radioterapi, tetapi dengan prognosis yang lebih buruk.
Penderita dengan tumor laring yang besar disertai dengan pembesaran kelenjar limfe leher, pengobatan terbaik adalah laringektomi total dan diseksi radikal kelenjar leher.Dalam hal ini masuk stadium 2 dan 3. Ini dilakukan pada jenis tumor supra dan subglotik.Pada penderita ini kemungkinan sembuh tidak begitu besar, hanya satu diantara tiga penderita akan sembuh sempurna.Laringektomi diklasifikasikan kedalam :
1. Laringektomi parsial. Tumor yang terbatas pada pengangkatan hanya satu pita
suara dan trakeotomi sementara yang di lakukan untuk mempertahankan jalan napas. Setelah sembuh dari pembedahan suara pasien akan parau.
2. Hemilaringektomi atau vertikal. Bila ada kemungkinan kanker termasuk pita suara satu benar dan satu salah.Bagian ini diangkat sepanjang kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid.Trakeostomi sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah pembedahan.
3. Laringektomi supraglotis atau horisontal. Bila tumor berada pada epiglotis atau pita suara yang salah, dilakukan diseksi leher radikal dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap normal.Karena epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral meningkat.
4. Laringektomi total. Kanker tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar laring, memerlukan pengangkatan laring, tulang hihoid, kartilago krikoid,2-3 cincin trakea, dan otot penghubung ke laring.Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang ( stoma ) trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada bahaya aspirasi makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan saluran udara – pencernaan.Suatu sayatan radikal telah dilakukan dileher pada jenis laringektomi ini.Hal ini meliputi pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe di leher, otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal asesorius, kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis (Sawyer, 1990).Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat bersuara atau berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi dengan mengajarkan pada mereka berbicara menggunakan esofagus ( Esofageal speech ), meskipun kualitasnya tidak sebaik bila penderita berbicara dengan menggunakan organ laring.Untuk latihan berbicara dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara.

Askep tumor laring

TUMOR LARING


A. TUMOR JINAK LARING
Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5 % dari semua jenis tumor laring.
Tumor jinak laring dapat berupa :
1. Papiloma laring (terbanyak frekuensi)
2. Adenoma
3. Kondroma
4. Mioblastoma sel granuler
5. Hemangioma
6. Lipoma
7. Neurofibroma

PAPILOMA LARING
Tumor ini dapat digolongkan dalam 2 jenis :
1. Papiloma laring juvenil, ditemukan pada anak, biasanya berbentuk multipel dan mengalami regresi pada waktu dewasa.
2. Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami resolusi dan merupakan prekanker.

Bentuk Juvenil
Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid.
Secara makroskopik bentuknya seperti buah murbei berwarna putih kelabu dan kadang-kadang kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini adalah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan berulang-ulang.

Gejala
Gejala papiloma laring yang utama ialah suara parau. Kadang-kadang terdapat pula batuk. Apabila papiloma telah menutup rima glotis maka timbul sesak nafas dengan stridor.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laring langsung
2. Biopsi
3. Pemeriksaan patologi anatomi.

Terapi
- Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau dengan sinar laser. Oleh karena sering tumbuh lagi, maka tindakan ini diulangi berkali-kali. Kadang-kadang dalam seminggu sudah tampak papiloma yang tumbuh lagi.
- Terapi terhadap penyebabnya belum memuaskan, karena sampai sekarang etiologinya belum diketahui dengan pasti.
- Untuk terapinya diberikan juga vaksin daari massa tumor, obat anti virus, hormon, kalsium, atau ID methionin (essential aminoacid).
Tidak dianjurkan memberikan radioterapi oleh karena papiloma dapat berubah menjadi ganas.
Sekarang tersangka penyebabnya ialah virus, tetapi pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron inclusion body tidak ditemukan.

B. TUMOR GANAS LARING
Keganasan di laring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan masalah, karena penanggulangannya mencakup berbagai segi.
Penatalaksanaan keganasan di laring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi belumlah lengkap.

Etiologi
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan| pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah rokok, alkohol dan terpapar oleh sinar radioaktif.
Pengumpulan data yang dilakukan di RSCM menunjukkan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan resiko untuk mendapatkan karsinoma laring naik, sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang dihisap.
Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring adalah diagnosis dini dan pengobatan /tindakan yang tepat dan kuratif, karena tumornya masih terisolasi dan dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring.

Klasifikasi letak tumor
Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai daari tepi atas epislotis sampai batas bawah glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
Tumor glotik mengenaai pita suara asli. Batas inferior glotik adalah 10 mm di bawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot intrinsik pita suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh karena itu tumor glotik dapat mengenai 1 aatau ke dua pitaaa suara, dapat meluas ke sub glotik sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior ataau prossesus vokalis kartilago aritenoid.
Tumor sub glotik tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai batas inferior krikoid.
Tumor ganas transglotik adalah tumor yang menyebrangi ventrikel mengenai pita suara asli dan pita suara palsu, atau meluas ke subglotik lebih dari 10 mm.

Gejala
1. Serak
Serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala paling dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangaat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suaara. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal befungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen rikoaritenoid, dan kadang-kadang menyerang syaraf. Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung letak tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan mnetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian bawah plika ventrikularis atau di batas inferior pita suara serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gjala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofarig jarang menimbulkan serak, kecuali tumornya eksentif. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumun (hot potato voice).
2. Dispneu dan stridor.
Gejala ini merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massaa tumor, penumpukkan kotoran atau sekret,maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik atau transglotik terdapat dua gejala tersebut. Sumbatan dapat terjaadi secara perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dispneu dan stridor adalah tanda dan prognosis kurang baik.
3. Nyeri tenggorok.
Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.
4. Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumior ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagi) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.
4. Batuk dan hemoptisis.
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan supraglotik.
6. Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk hemoptisis dan penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar jaringan atau metastase lebih jauh.
7. Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut.
8. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kaartilago tiroid dan perikondrium.

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan kaca laring atau langsung dengan mengguinakkn laringoskop. Pemeriksssaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologik. Foto thorak diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru. CT Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor pada tulang rawan tiroid adan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah beningleher.
Diagnosis paasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologik anatomik dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Hasil atologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.


KLASIFIKASI TUMOR GANAS LARING (AJCC DAN UICC 1988)

TUMOR PRIMER
SUPRAGLOTIS
Tis Karsinoma insitu
T1 Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu (gerakan masih baik).
T2 Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daaerah supra glotis dan glotis masih bisa bergerak (tidak terfiksir).
T3 Tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah krikoid bagian belakang, dinding medial daari sinus piriformis, dan arah ke rongga pre epiglotis.
T4 Tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.

GLOTIS
Tis Karsinoma insitu.
T1 Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau posterior.
T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired mobility).
T3 Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4 Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari laring.

SUBGLOTIS
Tis karsinoma insitu
T1 Tumor terbatas pada daerah subglotis.
T2 Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir.
T3 Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4 Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan keluar laring atau kedua-duanya.

Penjalaran ke kelenjar limfa (N)
Nx Kelenjaar limfa tidak teraba
N0 Secara klinis kelenjar tidak teraba
N1 Secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran diameter 3 cm homolateral.
N2 Teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3 - 6 cm.
N2a Satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter labih dari3 cm tapi tiak lebih daari 6 cm.
N2b Multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.
N2c Metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih daaari 6 cm.
N3 Metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm.

METASTASIS JAUH (M)

Mx Tidak terdapat/terdeteksi.
M0 Tidak ada metastasis jauh.
M1 Terdapat metastasis jauh.

STAGING (STADIUM)

ST1 T1 N0 M0
STII T2 N0 M0
STIII T3 N0 M0, T1/T2/T3 N1 M0
STIV T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2?T3/T4 N1/N2/N3 M3

Penanggulangan
Setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan , maka ditentukan tindakan yang akan diambil sebagai penenggulangannya.
Ada 3 cara penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat sitostatiska ataupun kombinasi daripadanya, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien.
Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, staium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan rekontruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim untuk radiasi.
Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis ataupun parsial, tergantung lokasi dan penjalaran tumor, serta dilakukan juga diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfaa leher. Di bagian THT RSCM tersering dilakukan laringektomi totalis, karena beberapa pertimbangan, sedangkan laringektomi parsial jarang dilakukan, karena tehnik sulit umtuk menentukan batas tumor.
Pemakaian sitostatiska belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian sitostatiska tidak sampai selesai karena keadaan umum memburuk, disamping harga obat yang relatif mahal sehingga tidak terjangkau oleh pasien.
Para ahli berpendapat, bahwa tumor laring ini mempunyai prognosis yang paling baik diantara tumor-tumor daerah traktus aerodigestivus, bila dikelola dengan tepat, cepat dan radikal.


















PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. IDENTITAS KLIEN :
I. RIWAYAT KEPERAWATAN
Keluhan utama : dyspneu, sakit menelan, suara serak.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Ada riwayat merokok, aktifitas yang berhubungan dengan suara.
II. PENGKAJIAN FISIK DAN POLA FUNGSI
A. KARDIORESPIRASI
1. Tanda-tanda vital : Tensi, Nadi, Suhu, Pernafasan
2. Respirasi : batuk, stridor, dyspneu, riwayat penyakit paru kronis, batuk dengan atau tanpa sputum.
3. Sirkulasi
4. GCS
B. MAKAN-MINUM / NUTRISI
TB / BB, terdapat penurunan BB drastis.
Nafsu makan biasanya menurun bahkan mungkin tidak ada karena adanya nyeri telan, kesukaran menelan, benjolan pada leher, kebersihan mulut buruk, inflamasi / drainase oral.
III. ELIMINASI
IV. INTEGRITAS KULIT
V. MELAKUKAN MOBILISASI
Kelamahan, kelelahan
VI. ISTIRAHAT DAN TIDUR
Klien apabila tidur biasanya disertai dengan mendengkur keras.
VII. KEBERSIHAN DIRI
Kemunduran kebersihan mulut
VIII. NEUROSENSORIK
Diplopia, ketulian, kesemutan, parastesia otot wajah, ketulian konduksi, hemiparesis wajah (keterlibatan parotid dan sub mandibular), parau menetap (gejala dominan dan dini kanker laring intrinsik)
IX. LINGKUNGAN SOSIAL
Terdapat riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja dengan serbuk / kayu, kimia toksik / serbuk, logam berat. Perasaan takut aka kehilangan suara, ansietas, depresi, marah, menolak., kurang dukungan sistem keluarga, perubahan tinggi suara, enggan untuk bicara,massalah tentang kemampuan berkomunikasi.
X. EKONOMI
Berhubungan dengan biaya perawatan selama sakit.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Laringoskopi langsung, lareingeal tomografi dan biopsi : Ada;ah indikator paling nyata.
Laringografi : Bapat dilakukan dengan kontras untuk pemeriksaan pembuluh darah dan nodus limfe.
Pemeriksaan fungsi paru, scan tulang atau scan organ lain : bila dinyatakan kanker dan ditemukan ada metastase.
Sinar X dada : Dilakukan untuk membuat status dasar paru dan atau mengidentifikasi metastase.
Darah lengkap : Dapat menyatakan anemia yang merupakan masalah umum.
Survey imunologi : Dapat dilakukan pada klien yang mendapat kemoterapi.
Profil biokimia : perubahan dapat terjadi pada fungsi organ sebagai akibat kanker, metastase dan terapi.
GDA / nadi oksimetri : Dapat dilakukan untuk membuat status / pengawasan dasar paru (ventilasi)

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b/d gangguan kemampuan unutk bernafas,batuk dan menelan, sekresi banyak dan kental d/d dyspneu, perubahan pada frekuensi/kedalaman pernafasan.
Hasil yang diharapkan : - Mempertahankan kepatenan jalan nafas
- Mengeluarkan / membersihkan sekret
Intervensi :
- Awasi frekuensi / kedalaman pernfasan, catat kemudagan bernafas, selidiki dyspneu.
- Tinggikan kepala 30-45 derajat.
- Dorong menelan bila klien mampu.
- Dorong batuk efektif dan dalam.
2. Perubahan membran mukosa oral b / d tak adanya masukkan oral, kebersihan oral buruk/ tak adekuat, kesulitan menelan, defisit nutrisi d/d :
- mulut kering, ketidaknyamanan di mulut, saliva kental dan banyak, halitosis.
- Mengidentifikasi intervensi khusus untuk meningkatkan kebesihan mukosa oral
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan penurunan gejala
Mengidentifikasi intervensi khusus untuk meningkatkan kebesihan mukosa oral
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b / d gangguan jenis makanan sementara, gangguan mekanisme umpan balik keinginan makan d / d tidak adekuatya masukkan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, penurunan berat badan.
Hasil yang diharapkan:
- menunjukkan pemahaman pentingnya nutrisi untuk proses peyembuhan dn kesehatan umum.
- Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu
- Membuat peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.
Intervensi :
- Auskultasi bunyi usus.
- Awasi berat badan dan masukkan sesuai indikasi.
- Anjurkan pada klien/keluarga untuk menyediakan makanan lunak sesuai kondisi klien.
- Mulailah dengan makanan kecil dan ditingkatkan sesuai toleransi.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk makan.
- Konsul dengan ahli gizi.
- Berikan diet nutrisi seimbang dan sesuai kondisi.
- Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, gula, fungsi hati, protein, elektrolit.

Senin, 03 Mei 2010

Anemia

Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorium dijabarkan sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.


Kriteria Anemia

Batas-batas (cut off point) yang umum dipakai ialah kriteria WHO tahun 1968. Anemia dinyatakan bila:

1. Laki Dewasa : Hb <>

2. Wanita dewasa tidak hamil : Hb <>

3. Wanita hamil : Hb <>

4. Anak umur 6-14 tahun : Hb <>

5. Anak umur 6 bln – 6 thn : Hb <>

Untuk alasan praktis maka kriteria anemia di klinik adalah :

1. Hb <10>

2. Hematokrit : <30>

3. Eritrosit <>3


Derajat Anemia


1. Ringan Sekali : cut off point – Hb 10 g/dl

2. Ringan : Hb 9,9 g/dl – Hb 8 g/dl

3. Sedang : Hb <>

4. Berat : Hb <>


Klasifikasi Anemia

1. Klasifikasi berdasarkan morfologi

a. Anemia Hipokromik Mikrositer (MCV <>

1. Anemia defisiensi besi

2. Thalasemia

3. Anemia akibat penyakit kronik

4. Anemia sideroblastik

b. Anemia Normokromik Normositer (MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)

1. Anemia pasca perdarahan akut

2. Anemia aplasrik-hipoplastik

3. Anemia hemolitik – terutama yang didapat

4. Anemia akibat penyakit kronis

5. Anemia mieloplastik

6. Anemia pada gagal ginjal kronis

7. Anemia pada mielifibrosis

8. Anemia pada sindroma mielodisplastik

9. Anemia pada leukemia akut

c. Anemia Makrositer (MCV > 95 fl)

1.Megaloblastik

a. Anemia defesiensi folat

b. Anemia defesiensi vitamin B12

2.Non megaloblastik

a. Anemia pada penyakit hati kronik

b. Anemia pada hipotiroid

c. Anemia pada sindroma mielodisplastik

2. Klasifikasi berdasarkan etiopatogenesis

a. Produksi eritrosit menurun

1. Kekurangan bahan untuk eritrosit

2. Gangguan utilisasi besi

3. Kerusakan jaringan sumsum tulang

4. Fungsi sumsum tulang kurang baik oleh karena sebab tidak diketahui

b. Kehilangan eritrosit dari tubuh

1. Anemia pasca perdarahan akut

2. Anemia pasca perdarahan kronis

c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh

1. Faktor ekstrakorpuskuler

a. Antibodi terhadap eritrosit

1. Atoantibodi : AIHA (autoimmune hemolytic anemia)

2. Isoantibodi : HDN (hemolytic disease of new born)

b. Hipersplenisme

c. Pemaparan terhadapa bahan kimia

d. Akibat infeksi bakteri/parasit

e. Kerusakan mekanis

2. Faktor intrakorpuskuler

a. Gangguan membran

1. Hereditary spherocytosis

2. Hereditary elliptocytosis

b. Gangguan enzim

1. Defesiensi pyruvat kinase

2. Defesiensi G6PD (glucose-6 phosphate dehydrogenase)

c. Ganggguan hemoglobin

1. Hemoglobinopati structural

2. Thalasemia


Gejala Klinis

Gejala klinis anemia timbul jika kadar Hb <>

1. Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkatkan enzim 2,3 DPG (2,3 diphosphoglycerate)

2. Meningkatkan curah jantung (cardiac output)

3. Redistribusi aliran darah

4. Menurunkan tekanan oksigen vena

Berat ringannnya gejala tergantung pada:

1. Beratnya penurunan kada Hb

2. Kecepatan penuruanan Hb

3. Umur : adaptasi tubuh pada orang tua lebih jelek

4. Adanya kelainan kardiovaskuler sebelumnya


Gejala Anemia

Gejala anemia dapat dibagi menjadi 3 golongan besar :

1. Gejala Umum anemia atau sindrom anemia

a. Sistem kardiovaskuler

Lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu kerja, angina pectoris, dan gagal jantung

b. Sistem saraf

Sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas

c. Sistem urogenital

Gangguan haid dan libido menurun

d. Epitel

Warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tupis dan halus

2. Gejala khas masing-masing anemia

3. Gejala penyakit dasar yang menyebabkan anemia


Diagnostik

Pendekatan diagnostic untuk penderita anemia yaitu berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Anamnesis

Pada anamnesis ditanya mengenai riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu, riwayat gizi, anamnesis mengenai lingkungan fisik sekitar, apakah ada paparan terhadap bahan kilia atau fisik serta riwayat pemakaian obat. Riwayat penyakit keluarga juaga ditanya untuk mengetahui apakah ada faktor keturunan.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan dilakukan secara sistematik dan menyeluruh

Perhatian khusus diberikan pada

a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami

b. Kuku : koilonychias (kuku sendok)

c. Mata : ikterus, konjugtiva pucat, perubahan pada fundus

d. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidah

e. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali

3. Pemeriksaan laboratorium hematologi

a. Tes penyaring

1. Kadar hemoglobin

2. Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan MCHC)

3. Hapusan darah tepi

b. Pemeriksaan rutin

1. Laju endap darah

2. Hitung deferensial

3. Hitung retikulosit

c. Pemeriksaan sumsum tulang

d. Pemeriksaan atas indikasi khusus

1. Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin

2. Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12

3. Anemia hemolitik : tes Coomb, elektroforesis Hb

4. Leukemia akut : pemeriksaan sitokimia

5. Diatesa hemoragik : tes faal hemostasis

4. Pemeriksaan laboratorium non hematologi

Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin, asam urat, kultur bakteri

5. Pemeriksaan penunjang lainnya

a. Biopsy kelenjar à PA

b. Radiologi : Foto Thoraks, bone survey, USG, CT-Scan


Penatalaksanaan

Pada prinsipnya terapi anemia terdiri dari :

1. Terapi untuk mengatasi keadaan gawat darurat

a. Anemia dengan payah jantung

b. Sebaiknya diambil dulu specimen untuk pemeriksaan sebelum terapi atau transfuse diberikan

2. Terapi suportif : memperkuat daya tahun tubuh

3. Terapi khas untuk masing-masing anemia, misalnya besi untuk anemia defesiensi besi

4. Terapi untuk mengobati penyakit dasar

5. Terapi ex juvantivus : terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi dan harus diawasi dengan ketat.


Sumber :

1. Bakta,I Made,2000,Catatan Kuliah Hematologi Klinik (lecture Notes on Clinical Hematology),FK Unud.RS Sanglah: Denpasar

2. Conrad,E Marcel, Anemia, available at: http://www.emedicine.com/med/topic132.htm last update : January 19,2007 accessed : December 19,2007

Dekompensatio Cordis (Gagal jantung)

PROSEDUR PENATALAKSANAAN DEKOMPENSATIO CORDIS

PROSEDUR PENATALAKSANAAN DEKOMPENSATIO CORDIS

Definisi
Decompensatio cordis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh suatu kelainan jantung dan dapat dikenali dari respon hemodinamik, renal, neural, dan hormonal yang karakteristik.
Batasan gagal jantung yang lebih sederhana lagi adalah : gagal jantung adalah disfungsi ventrikel kiri yang disertai gejala ( simptomatik ).

PATOFISIOLOGI

Sindrom gagal jantung dapat dibagi dalam 2 komponen :
1. Gagal miokardium ( myocardial failure ), yang ditandai oleh menurunnya kontraktilitas.
2. Respon sistemik terhadap menurunnya fungsi miokardium,
(a) meningkatnya aktivasi sistem simpatetik,
(b) aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron dan stimulasi pelepasan vasopressin
(c) vasokonstriksi arteria renalis.

  • Gagal jantung baik kanan ataupun kiri dapat disebabkan oleh beban kerja ( beban tekanan atau beban volume ) yang berlebihan, gangguan pada otot jantungnya sendiri, ataupun oleh gabungan kelainan otot dan beban lebih.
  • Beban volume ( preload ) disebabkan oleh kelainan yang menuntut ventrikel memompa darah lebih banyak semenit ( tirotoksikosis, anemia, regurgitasi mitral, dan regurgitasi aorta ).
  • Beban tekanan ( afterload ) disebabkan oleh kelainan yang meningkatkan tahanan terhadap pengaliran darah ke luar jantung ( hipertensi sistemik, stenosis aorta ).
  • Kelainan atau gangguan fungsi miokard dapat disebabkan oleh menurunnya kontraktilitas dan oleh hilangnya jaringan kontraktil ( infark miokard ).
  • - Dalam menghadapi beban lebih, jantung menjawab ( berkompensasi ) seperti bila jantung menghadapi latihan fisik. Akan tetapi bila beban lebih yang dihadapi berkelanjutan maka mekanisme kompensasi akan melampaui batas dan ini menimbulkan keadaan yang merugikan. Manifestasi klinis gagal jantung adalah manifestasi mekanisme kompensasi.

Mekanisme kompensasi
Intrinsik
  • Mekanisme Frank-Starling
  • Hipertrofi miokard
  • Perubahan bentuk ventrikel

Neuro-endokrin
  • Respon adrenergik khrono-inotropik
  • Respon renin-angiotensin-aldosteron
  • Vasokonstriksi
  • Retensi cairan
  • Redistribusi aliran darah
  • Vasokonstriksi berlebihan menurunkan curah jantung,meningkatkan afterload dan kerja mekanis ventrikel kiri,memperberat disfungsi ventrikel.
  • Meskipun hipertrofi pada awalnya bermanfaat,tetapi cenderung memperlambat pengisian saat diastolik dan memberi predisposis iskemia subendokardium. Miosit yang hipertrofi lebih mudah kelelahan dan digantikan jaringan fibrosis.
  • Takhikardia yang berlebihan mengurangi masa diastol
  • dan menurunkam curah jantung lagi pula takhikardia
  • meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium dan
  • menambah iskemia miokad.
  • Kadar katekolamin yang tinggi disamping menambah afterload, juga toksik pada miokardium yang fungsinya sudah menurun.

ETIOLOGI
Sindrom klinis gagal jantung merupakan babak akhir fungsi ventrikel yang merosot akibat berbagai penyakit jantung.
Gagal jantung bukan suatu diagnosa. Untuk dapat memberi terapi yang tepat perlu diketahui kausa/etiologi gagal jantung.
Di Eropa dan Amerika Utara penyebab utama gagal jantung adalah iskemia akibat penyakit arteria koronaria ( 70% ).
Kausa sindrom klinis gagal jantung umumnya adalah disfungsi ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kanan murni jarang, dapat terjadi akibat hipertensi pulmonal kronis, emboli paru masif.

Kausa gagal jantung kiri :
Penyakit miokardium : penyakit arteri koronaria, hipertensi, kardiomiopati, miokarditis.
Penyakit katup.
Penyakit jantung kongenital.
Penyakit perikardium.
Aritmia : takiaritmia, bradiaritmia.
Obat-obatan dengan efek inotropik negatif.
Anemia/hipoksia.

Kausa gagal jantung kanan :
Gagal jantung kiri.
Penyakit paru.

FAKTOR PENCETUS
Aritmia, infeksi emboli paru, kehamilan, anemia, konsumsi garam yang berlebihan dan kegiatan fisik yang berlebih. Dalam menangani gagal jantung sangat penting untuk mencari kemungkinan adanya faktor pencetus yang menumpang.

KRITERIA DIAGNOSA
Gagal jantung kiri :
Salah satu dari kriteria di bawah ini :
  1. Radiologik terdapat pembesaran ventrikel kiri yang mendadak.
  2. S3 atau gallop sumasi di daerah ventrikel kiri tanpa disertai regurgitasi mitral.
  3. Manifestasi kongesti paru atau edema paru disertai pembesaran ventrikel kiri.

Gagal jantung kanan :
Salah satu dari kriteria di bawah ini :
  1. Radiologik terdapat pembesaran ventrikel kanan yang mendadak.
  2. S3 atau gallop sumasi di daerah ventrikel kanan yang intensitasnya meningkat pada inspirasi.
  3. Manifestasi kongesti sistemik disertai pembesaran ventrikel kanan.

GEJALA KLINIS
Keluhan ( simptom )
Simptom biasanya merupakan gejala pertama gagal jantung. Simptom seringkali dikeluhkan sebelum gejala fisik yang tegas muncul ( karena itu pengambilan anamnesa yang teliti merupakan tindakan yang penting dalam mendeteksi gagal jantung dini atau ringan. Simptom yang sugestif gagal jantung sering menjadi stimulus untuk memulai suatu “diagnostic workup” untuk mengevaluasi ada tidaknya gagal jantung.).

Simptom gagal jantung
Simptom “backward failure”
  1. Dyspnea : sering tetapi non spesifik, awalnya terjadi saat exercise
  2. Orthopnea : sering dan cukup spesifik. Terdapat pula pada penderita paru
  3. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea : sering dan sangat spesifik
  4. Edema paru : dekompensasi akut.

Simptom “forward failure”
Exertional fatique : sering tetapi non spesifik
Kelemahan umum : sering tetapi non spesifik

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik adalah salah satu kunci untuk menetapkan diagnosa dan kuantifikasi derajat gagal jantung, disamping itu dengan pemeriksaan fisik dapat menentukan kausa atau etiologi gagal jantung.

- Gagal Jantung Kiri
  • Left ventrikular lift
  • S3
  • S4
  • Rales paru
  • Efusi pleura
  • Cheyne-Stokes
  • Pulsus alternans
  • Takikardia
  • Kongesti vena sistemik

- Gagal Jantung Kanan
  • Right ventrikular heave
  • S3
  • Bendungan vena jugularis
  • P2 menguat ( bila kausa gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri )
  • Edema pretibial & pergelangan kaki
  • Hidrotoraks
  • Edema pergelangan kaki & hepatomegali

KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG
Gagal jantung diklasifikasi berdasarkan beratnya keluhan dan kapasitas latihan. Meskipun klasifikasi ini tidak tepat benar akan tetapi klinis bermanfaat, terutama untuk mengevaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang banyak dipergunakan adalah klasifikasi dari NYHA.

New York Heart Association Classification 1964
Class I
Penderita penyakit jantung tanpa limitasi aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan sesak napas atau kelelahan
Class II
Penderita penyakit jantung disertai sedikit limitasi dari aktivitas fisik. Saat istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas sehari-hari menimbulkan sesak napas atau kelelahan.
Class III
Penderita penyakit jantung disertai limitasi aktivitas fisik yang nyata.Saat istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas fisik yang lebih ringan dari aktivitas sehari-hari sudah menimbulkan sesak napas atau kelelahan.
Class IV
Penderita penyakit jantung yang tak mampu melakukan setiap aktivitas fisik tanpa menimbulkan keluhan. Gejala-gejala gagal jantung bahkan mungkin sudah nampak saat istirahat. Setiap aktivitas fisik akan menambah beratnya keluhan.



5.PROSEDUR
PENATALAKSANAAN :
Yang ideal adalah koreksi terhadap penyakit yang mendasari, akan tetapi sering tindakan ini tidak dapat dilaksanakan.

Tujuan terapi gagal jantung
Primer :
Meningkatkan kualitas hidup
Meningkatkan harapan hidup.

Subsider :
Mengurangi keluhan
Meningkatkan kapasitas latihan
Mengurangi aktivasi neuroendokrine
Memperbaiki hemodinamik
Mengurangi aritmia
Mengurangi aktivasi neuroendokrin.

Pendekatan Pada Penderita Gagal Jantung Kongestif :
  1. Tentukan dan koreksi terhadap penyakit yang mendasari.
  2. Mengendalikan faktor-faktor pencetus atau penyulit.
  3. Tentukan derajat gagal jantung.
  4. Mengurangi beban jantung ( mengurangi aktivitas fisik dan berat badan ).
  5. Memperbaiki kontraktilitas ( fungsi ) miokard.
  6. Koreksi terhadap retensi garam dan air.
  7. Evaluasi apakah ada kemungkinan dilakukan koreksi bedah
  8. Terapi medikal :
  • Kurangi beban jantung
  • Restriksi konsumsi garam
  • Restriksi air
  • Diuretika
  • Vasodilator/inhibitor ACE

Terapi gagal jantung terdiri atas :
1. Terapi spesifik terhadap kausa yang mendasari gagal jantung ( revaskularisasi pada PJK, penggantian katup untuk penyakit katup yang berat ).
2. Terapi non spesifik terhadap sindroma klinis gagal jantung.

Dasar-dasar terapi Gagal Jantung Kongestif
Masalah
Terapi

Preload meningkat

Restriksi garam, diuretika, venodilator

Curah jantung rendah, tahanan vaskuler sistemik meningkat

Arteriolar dilator/inhibitor ACE

Kontraktilitas menurun

Obat inotropik positif

Frekwensi denyut jantung cepat

Fibrilasi atrial

Takikardia sinus

Tingkatkan blok Atrio-Ventrikuler

Perbaiki kemampuan ventrikel kiri



Sediaan digitalis

Nama Sediaan

Dosis Digitalisasi

Dosis Pemeliharaan

Mulai bekerja

Lama bekerja

1. Digoxin (Lanoxin) 0,25 mg/tablet

1,5 – 3 mg, diselesaikan dalam 3 – 4 hari

0,125 – 0,5 ml/hari

4 – 6 jam

2 – 6 hari

2. Deslanoside (Cedilanid-D) 0,4 mg/ampul 2 ml.

1,6 mg, diselesaikan dalam 24 jam

0,2 – 0,4 mg/hari

1 – 2 jam

3 – 6 hari


Sediaan Diuretika

Jenis Diuretik

Kemasan
Dosis Awal

Dosis Pemeliharaan

DIURETIKA RINGAN

1. Hidroklorotiazid (HCT)

2. Klortalidon (Hygroton)

POTASSIUM SPARING DIURETICS

Spironolakton (Aldactone)

DIURETIKA KUAT

Furosemide (Lasix, Impugan, Naclex, dll)


25 dan 50 mg/tab.


50 mg/tablet



25 dan 100 mg/tab.




20 mg/ampul 2 ml


25 – 50 mg/hari


50 mg/hari



75 mg/hari




20 – 80 mg/hari


25 – 50 mg/hari


25 – 50 mg/hari



25 – 100 mg/hari




0 –40 mg/hari


Sediaan Vasodilator

Jenis Vasodilator Arterial

Kemasan
Dosis
Efek samping

1. Kaptopril (Capoten)

25, 50, dan 100 mg/tablet

Dimulai dengan dosis 6,25 – 12,5 mg ditingkatkan sampai 70 – 100 mg/hari, diberikan 1 jam sebelum makan, dibagi dalam 3 dosis.

§ Gangguan pengecapan.

§ Gatal-gatal.

§ Neutropenia.

§ Proteinuria.

2. Nifedipin (Adalat)

10 mg/tablet

30 – 60 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis.

§ Muka merah (flushing).

§ Nyeri kepala.

§ Berdebar.

3. Prazosin (Minipress)

1 dan 2 mg/tablet

Dimulai dengan dosis kecil 0,5 – 1 mg pada malam hari, ditingkatkan secara bertahap sampai 6 – 12 mg/hr.

§ First-dose syncope.

§ Berdebar

§ Mengantuk.

§ Lemah badan.

§ Hidung buntu.

4. Hidralazine (Apresoline)

25 dan 50 mg/1 tab.

100 – 200 mg/hari dibagi dalam 3 – 4 dosis.

§ Nyeri kepala.

§ Berdebar dan angina.

§ Hipotensi postural.

§ SLE.

5. Sodium –Nitropruside (Nipride)

50 mg serbuk/vial, diencerkan dengan 500 ml D5 = 100 Ug/ml :

harus dengan infusion pump.

Botol dan selang infus harus dibungkus dengan aluminium foil untuk menghindari cahaya.

Harus larutan baru.

0,5 – 5 Ug/kg/menit atau 0,005 – 0,05 ml/kg/menit rata-rata 3 U gr/kg/menit atau 0,03 ml/kg/menit.

§ Mual, muntah.

§ Nyeri kepala.

§ Hipotensi.

§ Hindari ekstravasasi

§ Hati-hati pada gangguan hati atau ginjal.

VENOUS

Isosorbid dinitrat (Cedocard, Isordil, Isorbid, Vascardine)

5 dan 10 mg/tablet

30 – 60 mg/hari, dibagi dalam 3 – 4 dosis.

§ Nyeri kepala.

§ Hipotensi postural.


REFERENSI
  1. Braunwald E. Pathophysiology, Clinical aspects and management of heart failure in heart disease. A Textbook of Cardiovascular Medicine. 4th ed. Engena Braunwald. WB Saunders Comp. Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo, 1992, pp. 393 – 519.
  2. Cardiac Failure in Clinical Cardiology. 4th ed. Maurice Sokolow, Malcolm B. Mc Illory. Lange Medical Publication/ Los Altos, California, 1986, pp. 287 – 323.
  3. 3. Schlant RC, Sounenblick. Pathophysiology of heart failure in the heart. Ed.J. Willes Hurst, Schlant RC. 7th ed. Mc. Graw Hill Information Services Company 1990, pp. 387 – 417.
  4. Spaun JF, Hurst JW. The recognition and management of heart failure. In The Heart, Ed. Jl. Willes Hurst, Schlant. RC 7th ed. Mc Graw Hill Information Services Company 1990, pp. 418 – 441