Senin, 03 Mei 2010

NFC

KARSINOMA NASOFARING





Bila kita merujuk pada data statistik yang dikeluarkan oleh American Cancer Society dalam Cancer.Net (2008) teercatat bahwa Kasus Karsinoma Nasofaring termasuk jarang ditemukan di Amerika Serikat, yaitu sekitar 2000 orang yang terdiagnosa setiap tahunnya. Dalam beberapa tahun terakhir, dan angka ini telah mengalami penurunan. Karsinoma nasofaring lebih banyak ditemukan di belahan dunia lain seperti Asia dan Afirika Utara, misalnya saja China bagian Selatan banyak kasus ditemukan untuk penyakit ini.
Sementara itu, Indonesia sebagai bagian dari Asia mencatat bahwa tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia adalah Karsinoma nasofaring, dimana jenis tumor yang satu ini termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (Lutan & Soetjipto dalam Asroel, 2002). Dan dalam Roezin dan Adham (2007) disebutkan bahwa hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring.
1. Pengertian
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa (Efiaty, 2001).
Tumor ganas nasofaring (karsinoma nasofaring) adalah sejenis kanker yang dapat menyerang dan membahayakan jaringan yang sehat dan bagian-bagian organ di tubuh kita. Nasofaring mengandung beberapa tipe jaringan, dan setiap jaringan mengandung beberapa tipe sel. Dan kanker ini dapat berkembang pada tipe sel yang berbeda. Dengan mengetahui tipe yang sel yang berbeda merupakan hal yang penting karena hal tersebut dapat menentukan tingkat seriusnya jenis kanker dan tipe terapi yang akan digunakan (American Cancer Society dalam Cancer.Net, 2008).
2. Etiologi
Karsinoma nasofaring disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang penyebab pastinya belum jelas. Berikut ini dipaparkan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya karsinoma nasofaring:
• Epstein-Barr Virus (EBV),
• Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring.
• Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
• Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring yaitu :
• Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin.
• Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
• Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti : benzopyrenen , benzoanthracene, gas kimia, asap industri, asap kayu
• Ras dan keturunan, tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.
• Radang kronis daerah nasofaring
• Penggunaan tembakau, adalah salah satu faktor risiko terbesar kanker pada kepala dan leher, 85% kanker kepala dan leher disebabkan oleh factor ini.
• Alcohol, konsumsi yang sering dan tinggi adalah faktor risiko kanker pada kepala dan leher.
• Jenis Kelamin, laki-laki 2 kali lebih berpotensi menderita penyakit ini dibandingkan wanita.
• Usia, karsinoma nasofaring lebih sering menyerang seseorang yang berusia diatas 30 tahun.

3. Patofisiologi
Terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien karsinoma nasofaring.
Selain itu, dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) dalam Rusdiana (2006) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum penderita karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma nasofaring primer.
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini . Pada pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring.
Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring yaitu:
1. Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut nasopharynx in situ
2. Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher
5. Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.

4. Manifestasi Klinis
Pengetahuan tentang gejala klinis dari karsinoma nasofaring dan perluasannya, sangat diperlukan untuk memudahkan dalam pembuatan suatu diagnosis. Gejala ditentukan oleh hubungan anatomik antara nasofaring dengan organ sekitarnya. Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
1. Gejala nasofaring: Epistaksis, Sumbatan hidung
Gangguan pada telinga: Kataralis/oklusi tuba eustachius, Otitis media serosa dan dapat berlanjut sampai terjadi perforasi dan gangguan pendengaran.
2. Gangguan neurologi
Karsinoma nasofaring telah diketahui dapat menyebabkan berbagai lesi neurologis khususnya kelumpuhan saraf kranial.
3. Metastasis ke kelenjar getah bening leher
Tumor pada nasofaring relatif bersifat anaplastikdan banyak terdapat kelenjar limfe, maka karsinoma nasofaring dapat menyebar ke kelenjar getah bening leher. Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai ke kelenjar limfe leher dan tertahan di sana dan karena memang kelenjar ini merupakan pertahanan pertama agar sel-sel kanker tidak langsung ke bagian tubuh yang lebih jauh.

5. Komplikasi
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.
Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.
Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Ada beberapa tes diagnostik yang dapat dilakukan, meliputi (Efiaty & Nurbaiti, 2001):
1. Nasofaringoskopi
Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
2. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
3. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
4. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
Ada beberapa pemeriksaan diagnostic lainnya yang dipaparkan dalam Cancer. Net (2008) antara lain:
1. Magnetic resonance imaging (MRI), menghasilkan secara detail gambaran tubuh, khususnya jaringan lunak. MRI sensitivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan CT Scan dalam mendeteksi tumor nasofaring dan kemungkinan penyebarannya yang menyusup ke jaringan atau nodus limfe
2. Bone scan. Prosedur ini menggunakan material radioaktif yang sangat kecil untuk menentukan apakah kanker telah menyebar sampai ke tulang. Alat ini menggambarkan bila tulan sehat maka pada kamera akan tampak berwarna abu-abu, dan bila ada kanker akan tampak gelap.
3. Neurologic tests. Tes ini untuk mengetahui fungsi nervus, khususnya sensasi taktil wajah dan fungsi gerak pada nervus tertentu di area leher dan kepala.
4. Hearing test. Tes ini dilakukan bila diduga ada cairan pada telinga tengah.
5. Positron emission tomography (PET) scan. A PET scan adalah alat yang digunakan untuk menciptakan tampilan gambaran organ dan jaringan dalam tubuh. Substansi radioaktif yang berukuran kecil diinjeksikan ke dalam tubuh pasien dan akan terdeteksi oleh sebuah scanner, yang akan menghasilkan gambar.
6. Pelatalaksanaan Medis
• Radioterapi merupakan pengobatan utama
• Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
• Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.

7. Pencegahan
Meskipun beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring tidak dapat dikontrol, ada beberapa yang dapat dihindari dengan melalkukan perubahan gaya hidup. Menghentikan penggunaan rokok, karena hal ini adalah hal yang sangat penting untuk mengurangi risiko karsinoma nasofaring.
Selain itu pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah risiko tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih dini.
Source:
Adams, G. L., 1997, Boeis: Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta.

Arina, C. A., 2006, Paralisis Saraf Kranial Multipel pada Karsinoma Nasofaring, USU Digital Library, diakses pada 19 September 2008, http://library.usu.ac.id/download/fk/D0400193.pdf.

Asroel, H. A., 2002, Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring, USU Digital Library, diakses pada 19 September 2008, http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary2.pdf.

Cancer.Net, 2008, Nasopharyngeal Cancer, diakses pada 06 September 2008, Cancer.net guide to Nasopharyngeal Cancer, www.cancer.net/patient/Cancer+Types/ Nasopharyngeal+Cancer.

Care with “Love”, 2008, Laporan Pendahuluan
Askep Pada Klien Dengan Ca Nasofaring, diakses pada 15 September 2008, http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/02/ca-nasofaring.htm.

Doenges, Moorhouse, & Geissler., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Efiaty, Nurbaety, dkk., 2007, Buku Ajar Penyakit THT, Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Handikin, L. S., 2008, Combined Treatment For Advanced Nasopharyngeal Cancer, Cahaya Masa depan, diakses pada 6 Oktober 2008, http://cahayamasadepan.blogspot.com/2008/09/combined-treatment-for-advanced.htm.

Karis, 2007, Asuhan Keperawatan Kanker Naso Faring, Berbisnis Dengan Hati, diakses pada 01 September 2008, http://www.karisyogya.blog.m3-access.com/posts/38782_ASUHAN-KEPERAWATAN-KANKER-NASO-FARING.html.

Rusdiana, Munir, D., & Syregar Y., 2006, Hubungan Antibodi Anti Epstein Barr Virus dengan Karsinoma Nasofaring pada Pasien Etnis Batak di Medan. USU Digital Library, diakses pada 21 September 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar